Kulon Progo (Humas MAN 2 Kulon Progo) – MAN 2 Kulon Progo bekerja sama dengan Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI) DIY mengadakan penyuluhan hukum bagi paralegal guru pada Senin, 8 Desember 2025. Kegiatan berlangsung di Ruang Manajemen Gedung Pusat Pembelajaran Terpadu (GPPT), Kampus Pusat MAN 2 Kulon Progo, Jalan Pahlawan Gotakan Panjatan, dan diikuti oleh 16 guru dari berbagai bidang studi.
Pemateri, Mohammad Aqil Ali, S.H., M.H., menyampaikan materi secara mendalam mengenai peran dan mekanisme kerja Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) PGRI sebagai garda terdepan perlindungan hukum bagi para guru. Ia menjelaskan bahwa LKBH PGRI merupakan lembaga resmi yang memberikan layanan konsultasi hukum, pendampingan saat guru menghadapi proses pemeriksaan, fasilitas mediasi, serta advokasi hingga ke tingkat litigasi jika diperlukan. Aqil menegaskan bahwa guru tidak boleh menghadapi persoalan hukum seorang diri, sebab LKBH hadir untuk memastikan adanya perlindungan yang adil, proporsional, dan terarah sesuai ketentuan perundang-undangan.
Dalam penjelasannya, Aqil memaparkan mekanisme kerja LKBH yang dimulai dari analisis awal kasus, pendampingan dalam komunikasi dengan pihak kepolisian atau pihak teradu, hingga penyelesaian non-litigasi sebagai langkah pencegahan. LKBH PGRI juga menyediakan edukasi hukum secara berkelanjutan untuk memastikan guru memahami hak-hak hukum, batas kewenangan dalam proses pembelajaran, serta mitigasi risiko hukum di madrasah atau sekolah.

Materi kemudian dikaitkan dengan Nota Kesepahaman (MoU) antara PGRI dan Kapolri Tahun 2012 yang menjadi dasar legalitas bagi LKBH untuk mendampingi para guru. Dalam MoU tersebut ditegaskan bahwa Polri berkewajiban memberikan perlindungan hukum bagi guru dalam menjalankan tugasnya, termasuk memastikan koordinasi dengan PGRI sebelum mengambil langkah hukum terkait persoalan pendidikan. MoU juga menekankan pentingnya penyelesaian masalah pendidikan melalui jalur musyawarah, mediasi, dan pendekatan kekeluargaan—selaras dengan prinsip restorative justice—sebelum melanjutkan ke proses pidana.
Pada bagian penting lainnya, Aqil menjelaskan konsep Restorative Justice (Keadilan Restoratif) yang kini menjadi bagian dari pendekatan hukum modern, termasuk dalam penanganan kasus yang menyangkut guru. Ia menyampaikan bahwa restorative justice adalah pendekatan penyelesaian perkara yang mengutamakan pemulihan hubungan antara pihak-pihak yang berselisih, bukan semata-mata memberikan hukuman. Pendekatan ini lebih menekankan dialog, perdamaian, dan kesepakatan bersama untuk menyelesaikan masalah secara damai. Dalam konteks pendidikan, restorative justice sangat relevan karena mampu menghindarkan guru dari kriminalisasi yang timbul akibat miskomunikasi atau ketegangan dalam proses belajar-mengajar. Dengan model penyelesaian ini, masalah yang muncul dapat diselesaikan tanpa harus masuk ke proses hukum formal, sehingga menjaga suasana sekolah tetap kondusif dan harmonis.
Dalam pernyataannya, Mohammad Aqil Ali menegaskan bahwa keberadaan LKBH PGRI dan penerapan restorative justice adalah kombinasi yang sangat penting bagi dunia pendidikan saat ini. “Banyak guru belum memahami bahwa LKBH PGRI adalah benteng pertama yang melindungi mereka dari persoalan hukum. Dalam MoU tahun 2012, LKBH diakui sebagai pendamping resmi yang wajib dilibatkan. Pendekatan restorative justice pun sangat penting dipahami guru agar permasalahan di sekolah tidak langsung masuk ranah pidana, tetapi diselesaikan melalui dialog dan mediasi. Guru harus tahu haknya, prosedurnya, dan jalur-jalur perlindungan yang sudah disiapkan untuk mereka,” tegasnya.
Aqil berharap penyuluhan ini tidak hanya menambah wawasan guru, tetapi juga memberi keyakinan bahwa profesi guru memiliki perlindungan hukum yang kuat. Kegiatan ditutup dengan sesi diskusi yang berlangsung aktif, di mana para guru bertanya tentang potensi risiko hukum di sekolah, penerapan restorative justice dalam kasus tertentu, serta prosedur meminta pendampingan LKBH PGRI jika dibutuhkan.